Selasa, 24 Juni 2014

A.R.Moese: Perjalanan Sang Maestro (Biografi)

"A.R.Moese: Perjalanan Sang Maestro (Biografi)" Penulis : Yusradi Usman al-Gayoni Editor : Rina Wahyuni, S.Pd., M.Hum Tata Letak/Cover : Tatema Marunduri Foto Cover : Win Ruhdi Bathin ISBN : 978-602-18086-1-0 Ukuran : x + 172 hlm; 14.5 x 21 cm Harga : Rp 50.000 + ongkir dari Tangerang Penerbit : Pang Linge berkerjasama dengan Research Center for Gayo
Deskripsi A.R.Moese yang bernama asli Abu Moese Azhari lahir dari pasangan Tengku H. Sabdin dan Hj. Sri Banun, 29 April 1939 di Kampung Baru, Takengon Timur, Kabupaten Aceh Tengah. Darah seninya mengalir dari sang ayah, Sabdin, seorang penari sepuh Saman di Gayo Lues pada masa itu dan seorang penyair (saer). Kemudian, dari sang kakek (pihak ibu--bahasa Gayo=awan alik), Huria Panggaben, yang juga seorang mualaf. Sejak kecil, Moese telah menunjukkan bakatnya dengan berlatih musik dengan sang kakek, Huria Panggaben. Kemudian, bergabung dengan Orkes Sadar dibawah pimpinan Ismail Mai. Dalam perjalanannnya, Moese yang sempat bersekolah di Akademi Musik Indonesia di Yogyakarta itu sempat pula bergabung dengan Orkes Tetap Segar dibawah asuhan Jenderal Polisi Hugeng dan Idris Sardi. Saat itu, mereka kerap live di TVRI. Dalam pementasan itu, Moese biasanya memainkan biola. Selain bisa memainkan sejumlah "banyak" alat musik, seniman yang multitalenta ini juga bisa menciptakan lagu (composer), bernyanyi (vokal), mengarranger, monotasi dan menotbalokkan pelbagai lagu. Lebih dari itu, beliau juga pernah menciptakan tari yang dikenal dengan nama Tari Kesume Gayo yang bercerita prihal canda tawa anak muda (beru-bujang) di Gayo. Juga, menciptakan beberapa alat musik. Bersama Syeh Kilang, misalnya, Moese menciptakan 'Gerantung' (alat musik yang terbut dari kalung kerbau). Selanjutnya, dia menciptakan alat musik Perajah atau Perau yang dibuat dari perahu nelayan yang tidak dipakai lagi di Danau Laut Tawar; danau kebanggaan masyarakat Gayo dan Aceh. Terakhir, berhasil menciptakan alat musik 'Jangka;' yang terinspirasi dari Jangka atau alat pemotong tembakau yang dipakai petani tembakau Gayo di tanoh Gayo. Ketiga alat musik ini sempat ikut dalam perlombaan alat musik di tingkat nasional dan meraih juara. Disamping itu, Moese ikut melatih tim panduan suara baik di Takengon, tanoh Gayo maupun di tingkat Propinsi Daerah Istimewa Aceh (sekarang Propinsi Aceh). Tak jarang, dengan sentuhan tangannya, anak asuhnya kerap meraih juara di tingkat nasional. Bahkan, sebelum akhir hayatnya, anak asuhnya--Sanggar Pendopo-Tim Kesenian Anak Gayo--sempat mewakili Indonesia di Scope Je, Macedonia, Eropa Timur dalam rangka peringatan Hari Anak se-Dunia. Salah satu lagu fenomenalnya adalah Tawar Sedenge. lagu ini menjadi semacam "lagu kebangsaan Gayo" dan dinyanyikan setelah Lagu Indonesia Raya. Kemampuan Moese dalam bermusik tak diragukan. Bahkan, Presiden Soekarno pun angkat bicara terkait kemampuannya saat Kongres Pemuda I berlangsung di Bandung, tahun 1959. Ketika itu, Moese sebagai vokal sekaligus memainkan gitar. Akhirnya, Moese dan kawan-kawan (tim kesenian dari Aceh) diundang ke Istana Bogor. Disitulah Sang Proklamator memuji Moese yang bermusik untuk musik, " Siapa yang menyanyi tad? Coba ke sini dulu." Moese kemudian berjalan menghadap bung Karno. Tak berapa lama. Dengan penuh keakraban, mereka saling bersalaman dan menyapa. Sambil menepuk-nepuk punggung Moese, bung Karno kembali berujuar, "Wah, orangnya kecil. Tapi, suaranya besar sekali (tenor). Dan, berkumis lagi." Moese hanya terdiam. Dan, tersipu malu mendengar pujian sang presiden kepadanya (hal 33-34). https://www.facebook.com/groups/244442078996636/. email: maharapublishing@yahoo.co.id; cc: algayonie@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar