Oleh: Yusradi Usman Al-Gayoni
(Pemerhati sejarah, bahasa dan budaya Aceh, & Ketua Yayasan Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, Medan, Sumatera Utara)
Tari punca utama merupakan salah satu tari yang ada di Aceh. Tari ini merupakan gabungan dari tiga tari sekaligus yaitu tari resam berume, top pade dan tarik pukat. Tari resam berume sendiri merupakan tarian ini dalam tari ini. Munculnya tari ini dalam khasanah seni tari di Aceh tidak terlepas dari penyelenggarakan Pekan Kebudayaan Aceh I (PKA), 1958 dan Kongres Pemuda I yang dilaksanakan di Bandung, Oktober 1958.
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)
Untuk pertama kali, tahun 1958, Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) digelar di Kota Raja, (sekarang Banda Aceh). Dalam PKA ini, setiap kabupaten yang ada di Aceh menunjukkan kekayaan budaya yang ada di daerah masing-masing berupa seni tari, seni musik, seni ukir dan lain-lain. PKA ini kemudian menjadi semacam tradisi yang sampai hari ini tetap diadakan oleh Pemerintah Aceh. Dalam PKA pertama ini, kabupaten Aceh Tengah berhasil tampil sebagai juara umum, dengan menjuarai seluruh bidang yang diperlombakan termasuk seni musik dan seni tari.
Beberapa bulan setelah PKA, pemerintah Daerah Istimewa Aceh mendapat undangan untuk mementaskan kesenian daerah dalam rangka kongres pemuda I yang berlangsung di Bandung, Oktober 1958. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai pemenang bidang musik dan tari, tim kesenian kabupaten Aceh Tengah mendapat kehormatan untuk mewakili Aceh dalam kongres tersebut. Selanjutnya, tim ini pun diundang ke Kota Raja untuk melakukan serangkaian latihan persiapan. Pada saat latihan ini, muncul-lah iniasif mereka; Sadimah Sabdin, Jamilah Sabdin, Siti Hajar, Rohana, Upik Diniar, Zaleha, Fatimah dan Chadidjah R (puteri), S Kilang, Saifoeddin Kadir (Zuska), Bona Kasim, Banta Tjoet, Zulthain, Asri, Yus dan Agam (putra) (Zuska, 2008) untuk menciptakan tari baru dari Aceh yang belum pernah dipentaskan sebelumnya. Pada akhirnya, terciptalah tari resam berume. Tambahan pula, dalam PKA yang dilangsungkan sebelumnya, tim tari dari dataran tinggi tanoh Gayo ini menampilkan tarian tuak kukur (mumiyo), jang jingket (munyemur) dan sek kesek uwi (nutu temping).
Lirik, notasi dan gerakan tari ini pun tercipta seketika dengan kerjasama yang baik dari semua anggota tari ini. Untuk notasi lagu diserahkan kepada A.R. Moese (almarhum), gerakan tari kepada Sadimah Sabdin, dan lain-lain, mementara lirik lagu ditugasi kepada S. Kilang, Zuska, dan lain-lain. Setelah selesai, mereka kemudian mengoreksi dan mencocokan hasil yang ada dengan gerakan, lirik lagu, dan lain-lain secara bersama-sama. Sudah barang tentu, hal tersebut harus sesuai dengan isi dan pesan yang hendak disampaikan yaitu prosesi bersawah di tanoh Gayo, Aceh.
Setelah dilakukan beberapa kali latihan dan dianggap siap, tim tari resam berume ini ditunjukkan ke publik Kota Raja pertama kali sebelum ke Bandung. Alhasil, audience yang menyaksikan tarian ini diantaranya pejabat pemerintahan Propinsi Nanggrose Aceh Darusalam, kalangan militer, pengusaha, pelaku kesenian dan budaya, dan lain sebagainya benar-benar kagum, terkesima dan memberikan applause yang luar biasa terhadap tarian ini. Kemudian, letnan kolonel Syamaun Gaharu, yang turut menyaksikan secara langsung penampilan tari resam berume ini mengusulkan agar tari ini digabungkan dengan dua tari Aceh lainnya yaitu tari top pade dan tarik pukat. Syamaun Gaharu sendiri merupakan Panglima Komando Daerah Militer Aceh. Pada saat yang bersamaan, propinsi Daerah Istimewa Aceh dipimpin oleh Prof Ali Hajimi selaku guberner waktu itu. Akhirnya, panitia khusus yang mengurusi tarian ini ditambah pemerintah Aceh menyetujui usul panglima kodam tersebut. Tari ini kemudian dikenal dengan tari punca utama, tarian yang terdiri atas tari resam berume, top pade dan tarik pukat. Setelah itu, Pemerintah Daerah Istimewa Aceh mendatangkan Usman Gumanti, konsultan tari dari negeri jiran, Malaysia untuk menata hal-hal teknis menyangkut pementasan tari ini nantinya.
Kongres Pemuda I
Akhirnya, pada malam penutupan kongres, tari punca utama pun dipentaskan di hadapan seluruh perwakilan pemuda dari berbagai daerah di tanah air. Moese menyanyi solo dengan alunan nada-nada gitar serta suara tenornya, sebagai tanda tari punca utama dimulai yang mana tari resam berume sebagai intro. Peserta kongres hanyut dalam pementasan tersebut. Rasa haru, bahagia dan bangga menyelumi raut wajah para penari panca utama (Al-Gayoni, 2008). Peserta kongres berdiri sembari menepuk tangan sebagai wujud rasa kagum dan apresiasi mereka sebelum tarian ini selesai. Marwah Aceh terangkat ke permukaan melalui tari ini dengan pemberitaan di berbagai media cetak ketika itu. Khusus resam berume, Sadimah, salah satu penari resam berume dan punca utama mengatakan bahwa resam berume merupakan tari pertama yang menggambarkan prosesi bersawah sebelum tarian serupa muncul di Indonesia (wawancara tanggal 2 Februari 2008 di Belang Mersa, Takengon, Aceh)
Dari kongres pemuda di Bandung, mereka lalu melakukan pementasan di Istana Bogor di hadapan presiden Sukarno ketika itu. Tak ketinggalan, presiden Sukarno pun turut memberikan penghargaan atas terciptanya tarian ini. Setelah itu, tarian ini kembali ditunjukkan di Bali, juga di Pakistan dengan beberapa tarian Aceh lainnya. Tambahan pula, ketika itu, tari punca utama menjadi kebanggaan kodam I Iskandar Muda (Zuska, 2008).
Saat ini, kita tidak lagi pernah mendengar dan menyaksikan tari punca utama dalam berbagai pentas seni dan budaya yang berlangsung di Aceh. Padahal, tarian ini menjadi kekayaan tersendiri bagi sejarah dan perkembangan tari di Aceh. Ketiga tari tadi berisi tentang sejarah, kearifan nilai-nilai lokal serta mengandung filsafat yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan. Tari punca utama dengan rangkaian tarian di dalamnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat dan Aceh. Lebih dari itu, tari ini telah mengangkat nahma dan marwah Aceh baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional.
Mengingat terbatasnya referensi dan dokumentasi menyangkut tarian ini, ke depan, pemerintah Aceh melalui dinas dan pihak-pihak terkait perlu menggali lebih lanjut, mendokumentasi dan memperkenalkan kembali tarian ini sebagai upaya pemertahanan dan pelestarian tarian punca utama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar